Selasa, 20 April 2010

Melepaskan Nama dan Kepentingan

Pada zaman sekarang ini, jika seseorang yang hidup sampai paruh baya masih tidak dapat melepaskan semua keterikatannya, maka dalam sisa hidupnya akan dirundung oleh kesusahan. Beberapa waktu ini ketika saya bertemu dengan teman kelas SD maupun SMP, walaupun umur mereka hanya 40-an, kebanyakan rambut mereka sudah terlihat rontok dan beruban, sulit dipercaya umur mereka hampir sebaya dengan saya.

Ketika ditanya kenapa mereka kelihatan tua, kebanyakan menjawab karena tekanan kehidupan, keadaan ekonomi. Ketika mereka menanyakan saya bagaimana caranya merawat tubuh sehingga kelihatan awet muda?, saya dengan tenang menjawab : “Manusia jika bisa melepaskan diri dari ketenaran, keterikatan akan nafsu keinginan, orang tersebut akan terasa dibebaskan, jika seseorang dapat mengendalikan hatinya tidak terikat kepada keinginan memandang hampa kepada keinginan duniawi maka dapat hidup dengan tenang, kenapa harus dengan susah payah menghabiskan sisa hidup mengejar semua keinginan ini?.” Seperti sajak Sung Dongpo: “saya sering merenung menyadari bahwa tubuh saya bukan milikku, lalu kapan saya dapat melepaskan diri dari nama dan kepentingan pribadi?

Kata-kata tersebut diambil dari salah satu sajak Dongpo yang terkena berjudul Lin Jiang Xian (orang suci di samping sungai)

Sajak itu kalau diterjemahkan kira-kira artinya berikut:

Pada malam hari pulang ke rumah sudah tengah malam
Pelayan di rumah sudah tidur dengan nyenyak dan mendengkur dengan keras,
Mengetuk pintu tidak ada yang menyahut.

Saya berjalan menelusuri sungai Yangtze,
Di malam yang sunyi, suara aliran sungai terdengar jelas.

Saya menyadari bahwa tubuh saya bukan milikku, kapan saya bisa melepaskan diri dari nama dan kepentingan pribadi?


Diselimuti kegelapan malam, perlahan-lahan hembusan angin sungai seperti berhenti
Terlihat sangat tenang dan damai, serasa perahu yang saya naiki terus melaju, mempercayakan hidup saya pada sungai dan laut ini.
Sajak ini ditulis ketika Dongpo berada di Huangzhou sebagai asisten milisi, dia ditugaskan disini selama 5 tahun, dia sangat tertekan selama beberapa tahun itu, tetapi dia tidak pernah putus asa dalam tekanan hidup itu. Dalam sajaknya terlihat, dia terlihat sebagai seorang yang luar biasa, bukan setiap manusia dapat melewati kehidupan yang demikian. Tidak heran dia dinobatkan sebagai pujangga besar, dia bagaikan tersadar dari mimpinya, ia terlepas dari pengejaran akan nama, ketenaran dan keinginan nafsu, memilih kebebasan akan ketenangan jiwa dan raga. Membuat kehidupan yang singkat ini menyatu dengan alam. Setelah terlepas pengejaran hal-hal yang bersifat duniawi, jiwa dan raganya terasa damai dan indah.

Ribuan tahun sudah berlalu sejak Dongpo menulis sajak tersebut, tapi manusia tetap mengejar ketenaran dan keuntungan, tersesat dalam dunia ini, sepanjang hidupnya sibuk mencari keuntungan. Di dunia ini pemilikan akan harta dan benda sangat terbatas, tetapi sebagai manusia pengejaran akan harta dan benda tidak terbatas. Walaupun manusia di dunia ini tahu “tahu rasa bersyukur akan membuat orang berbahagia” tetapi dalam kehidupan nyata ini sebenarnya hanya ada berapa orang yang benar-benar bisa melepaskan ketenaran dan pengejaran akan harta? Seseorang jika ingin hidup dengan bebas dan bahagia, dia harus bisa melepaskan diri dari ketenaran dan pengejaran harta. Didalam kehidupan manusia jika bisa memandang hampa akan ketenaran dan harta tidak hanya bisa memperpanjang umur juga bisa menenangkan pikiran jiwa dan raga, dengan demikian dapat hidup dengan tenang dan damai.-Hui

Tidak ada komentar:

Posting Komentar